Lomba Blogfam HUT Kemerdekaan RI ke 61

Saturday, August 13, 2011

Persiapan pasien operasi katarak

Jangan lupa mendapatkan persetujuan tindak medis (informed consent) dari pasien, karena jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tidak adanya informed consent menjadi titik lemah bagi dokter. Segala sesuatu bisa terjadi saat operasi katarak, dan sebagai dokter, kita harus menerangkan dengan jujur kepada pasien kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah hubungan dokter-pasien. Walaupun hasil operasi kita sangat balk, adakalanya pasien merasa tetap tidak puas karena hal-hal yang kita anggap kecil, misalnya: saat pemeriksaan pasca operasi yang sangat singkat (pasien merasa hanya diperiksa seadanya), jawaban dokter yang kurang jelas atas pertanyaan pasien, dokter yang memberi kesan arogan, dan lain-lain. Sebaliknya ada juga pasien yang tetap berterima-kasih, meskipun pasca operasi hari pertama visus masih 1/60 karena edema kornea dan rela menunggu sampai 1 minggu untuk mencapai visus yang optimal (kornea kembali jernih). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dokter pasien sangat penting, apalagi bagi seorang pemula yang mempelajari fakoemulsikasi, dimana ada risiko untuk mengalarni komplikasi.
Kebanyakan kasus tuntutan pasien atas malpraktek seorang dokter, bersumber dari hubungan dokter-pasien yang kurang baik – yaitu karena dokter tidak mempunyai rasa empati terhadap pasiennya. Di jaman sekarang dimana masyarakat sudah sangat kritis, penting sekali kita membina empati dengan pasien. Selain dokter juga berterima-kasih karena mendapat kepercayaan dari pasien, juga harus diakui bahwa sebelum seseorang mendapatkan predikat operator yang baik (skilled surgeon), tentu pada kasus-kasus awal (learning curie) adakalanya hasil operasi yang kurang optimal menjadi beban bagi pasien. Dengan demikian kita wajib memperlakukan pasien sebaik mungkin, bukan hanya dalam hal-hal medis – tetapi juga dalam hal kita bersikap, bertutur kata, bahasa tubuh, jujur dan penuh keterbukaan. Semua itu akan menjadi semacam obat penawar bagi pasien jika hasil operasi kita sesekali mengalami komplikasi.
Persiapan lain yang dibutuhkan adalah berkaitan dengan keadaan umum pasien. Penderita katarak biasanya berusia lanjut, sehingga perlu diperhatikan keberadaan beberapa penyakit penyerta agar dapat dihindari komplikasi baik intra-operasi maupun pasta operasi. Manfaatkanlah sistem rujukan kepada sejawat ahli penyakit dalam untuk memastikan keadaan pasien jika ada kecurigaan tertentu mengenai keadaan umum pasien. Ada laporan multicenter yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal komplikasi operasi, frekuensi tertundanya operasi dan keberhasilan operasi antara pasien yang dilakukan pemeriksaan laboratorium pre-operasi dengan pasien yang tidak diperiksa. Tetapi tentu hal ini karena anamnesis dan pengetahuan pasien yang cukup mengenai penyakit yang dideritanya. Di Indonesia, tidak jarang kita jumpai pasien yang sama sekali tidak mengerti mengenai masalah kesehatan, tidak pernah melakukan pemeriksaan ke dokter sena kurang peduli dengan kesehatan dirinya sendiri. Selain itu kita harus mengakui bahwa ada kalanya sistem pemeriksaan kita sendiri kurang komprehensif, yaitu tidak secara mendetil menanyakan riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga atau alergi terhadap obat dan hal-hal lain yang seharusnya perlu ditanyakan. Berdasarkan pertimbangan di atas, ada baiknya kita selalu melakukan screening melalui pemeriksaan laboratorium terhadap semua penderita katarak yang berusia di atas 60 tahun.
Kerjasama yang diberikan pasien pada saat berlangsungnya operasi akan sangat membantu, terutama bagi kita yang baru belajar fakoemulsifikasi. Pasien hanya bisa bekerja sama jika dia mengerti sepenuhnya apa yang direncanakan dokter selama operasi. Dengan demikian, lagi-lagi masalah informasi kepada pasien menjadi prioritas yang harus disampaikan sejelas mungkin. Adakalanya dokter lupa memberikan informasi ini, paling tidak ada bagian yang terlupakan, sedangkan pasien juga sungkan dan tidak paham untuk bertanya lebih jauh. Mengatasi masalah ini, biasakanlah memberikan brosur berupa keterangan mengenai apa yang dimaksud dengan katarak, dan apa yang dilakukan dokter saat operasi katarak berlangsung. PERDAMI (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, www.perdami °Kid) telah mencetak brosur untuk informasi bagi pasien, dan brosur ini merupakan awal yang baik untuk memulai komunikasi dokter-pasien, juga meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter, sehingga pasien lebih kooperatif di atas meja operasi.
Hal lain yang menyebabkan pasien kurang kooperatif dalam kaitannya dengan kurangnya pengertian pasien tentu saja karena masalah gangguan pendengaran. Pasien tidak mengerti karena tidak mendengar instruksi dokter, dan hal ini seringkali dijumpai mengingat pasien katarak umumnva sudah berusia tua yang bisa juga mengalami gangguan pendengaran. Pemberian anestesi topikal tentu kurang sesuai pada pasien dengan gangguan pendengaran.
Setiap orang yang direncanakan operasi pasti akan merasa gelisah, dimana kegelisahan pasien ini juga mengganggu karena membuat pasien menjadi kurang kooperatif. Untuk mengurangi kegelisahan ini, dokter harus mengenali tipe pasien yang direncanakan operasi. Untuk pasien dengan tipe mudah cemas, sebaiknya diberikan penjelasan agar lebih menenangkan pasien. Berikan juga obat-obat penenang untuk di minum pada malam menjelang operasi dan pada pagi hari saat pasien akan berangkat ke rumah sakit. Biasanya kami memberikan obat seperti diazepam 5 mg untuk membantu mengurangi kegelisahan pasien.
Beberapa hal yang menyebabkan pasien tidak dapat bekerja sama dengan dokter saat dilakukan operasi, antara lain: (1) Tidak mengerti dan kurang informasi mengenai tindakan operasi (sudah dijelaskan di atas); (2) Tidak mengerti instruksi dokter karena gangguan pendengaran atau masalah bahasa; (3) Gelisah; (4) Tidak nyaman; dan (5) Berkaitan dengan penyakit lain yang diderita pasien.
Persiapan yang tidak kurang pentingnya adalah memberikan prognosis mengenai visus pasca operasi. Jangan menjanjikan visus akan mengalami perbaikan kecuali didukung oleh data pemeriksaan pre-operasi untuk menilai fungsi makula. Beberapa pemeriksaan yang dimaksud antara lain adalah: retinometry (laser interferometry), PAM (potential acuity meter), PAP (potential acuity pinhole), purkinje image ataupun bluefield entoptic phenomenon. Lakukanlah pemeriksaan tersebut di atas terutama pada kasus dimana kekeruhan lensa tidak sesuai dengan tajam penglihatan pasien tersebut.

No comments:

Post a Comment